CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 12 Januari 2016

MATERI OPTIK KE-3



“PEMBIASAN CAHAYA”
        
 Pembiasan cahaya
Pembelokan berkas cahaya yang merambat dari satu medium ke medium lain yang kerapatan optiknya berbeda disebut pembiasan (refraksi). Mengapa terjadi pembiasan cahaya? Pembiasan terjadi karena kerapatan optik kedua medium berbeda. Kerapatan optik udara lebih kecil dibandingkan kerapatan optik kaca. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu : mendekati garis normal: Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air. menjauhi garis normal: Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara.
Syarat-syarat terjadinya pembiasan : 
1). Cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya;  
2). Cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut datang lebih kecil dari   900)


         Indeks Bias
Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat. Menurut Christian Huygens (1629-1695) :“Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dinamakan indeks bias.” Secara matematis dapat dirumuskan :
n = c/v
dimana : n = indeks bias
 c = laju cahaya dalam ruang hampa (3 x 108 m/s)
             v = laju cahaya dalam zat


        Hukum pembiasan Snellius
Pada sekitar tahun 1621, ilmuwan Belanda bernama Willebrord Snell (1591 –1626) melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang dengan sudut bias. Hasil eksperimen ini dikenal dengan nama hukum Snell yang berbunyi :
a). Hukum I Snellius: Sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu bidang datar 
b). Hukum II Snellius: Jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat (misalnya dari udara ke air atau dari udara ke kaca), maka sinar dibelokkan mendekati garis normal (gambar a); jika sebaliknya, sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat (misalnya dari air ke udara), maka sinar dibelokkan menjauhi garis normal


        Pembiasan Pada Kaca Planparalel
Sinar yang datang dari udara ke kaca di biaskan mendekati garis normal (renggang ke rapat berarti merapat atau mendekat). Sinar yang datang dari kaca ke udara di biaskan menjauhi garis normal (rapat ke regang berarti merging atau menjauh).
         Berkas sinar masuk dari salah satu sisi balok kaca dengan sudut datang I dan lalu mengalami pembiasan dua kali. Pertama saat melewati bidang batas antara udara dan balok kaca, berkas sinar di biaskan dengan sudut bias r. Kedua, saat melewati bidang batas antara balok kaca dan udara, berkas sinar datang ke bidang batas dengan sudut datang i' dan sudut bias r'. Tampak pada Gambar, besar sudut bias pertama sama dengan sudut datang kedua atau r = i'. Tampak pula berkas sinar yang masuk ke balok bergeser ke arah kiri bawah saat keluar dari balok kaca, namun keduanya tampak sejajar.
            Pembiasan pada prisma
Sinar datang EF yang mengenai bidang batas pertama di biaskan mendekati garis normal N1. Sinar bias FG ini berfungsi sebagai sinar datang bagi bidang batas kedua sehingga setelah keluar dari prisma, sinar itu di biaskan menjauhi garis normal N2. Perpanjangan sinar datang EF dan perpanjangan sinar bias yang keluar dari prisma GH membentuk sudut deviasi D. Sudut deviasi adalah sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dan sinar bias yang keluar dari prisma.
         Pembiasan pada lensa
Lensa merupakan benda bening yang dibatasi oleh dua permukaan atau lebih dengan paling tidak salah satu permukaannya merupakan bidang lengkung. Lensa tipis adalah lensa yang ketebalan nya dapat diabaikan. Lensa terdiri dari 2 jenis, yaitu lensa cembung (konveks) dan lensa cekung (konkaf). Lensa cembung memiliki bagian tengah yang lebih tebal daripada bagian tepinya. Sedangkan lensa cekung memiliki bagian tengah yang lebih tipis daripada bagian tepinya. Lensa terdiri dari 2 jenis, yaitu lensa cembung (konveks) dan lensa cekung (konkaf).

Sinar istimewa. Pada lensa positif tiga sinar istimewa tersebut adalah:
·         Sinar datang sejajar sumbu utama akan di biaskan melalui fokus utama.
·         Sinar datang melalui fokus utama di biaskan sejajar sumbu utama.
               .     Sinar datang melalui pusat optik akan diteruskan tanpa di biaskan.
 Lensa Cembung 
       Lensa cembung adalah lensa yang bagian tengahnya lebih tebal dari bagian tepinya. Lensa cembung terdiri dari 3 macam yaitu : 
1)      Lensa bikonveks (cembung ganda) yaitu lensa kedua permukaannya cembung. 
2)      Lensa konkaf konveks (meniskus cembung/cembung cekung) yaitu lensa yang permukaannya satu  cembung yang lainnya cekung. 
3)      Lensa plankonveks (cembung datar) yaitu lensa yang permukaannya satu cembung dan yang lain datar.  

       Berkas sinar-sinar istimewa di atas dibutuhkan saat hendak menentukan bayangan suatu benda yang dibentuk oleh lensa dengan cara melukis seperti dijelaskan berikut ini : Posisi benda di sebelah kiri 2F2, s > 2F2.

       Pembentukan bayangan oleh lensa positif untuk benda yang diletakkan pada jarak yang lebih jauh dari titik 2F2. Dari gambar di atas, untuk benda nyata yang diletak didepan lensa, maka bayangan yang terbentuk bersifat terbalik, nyata, diperkecil. Melukis Pembentukan Bayangan pada Lensa.
Kekuatan Lensa 
       Walaupun titik fokus merupakan titik terpenting pada lensa, ukuran lensa tidak dinyatakan dalam jarak fokus f, melainkan oleh suatu besaran lain. Besaran yang menyatakan ukuran lensa dinamakan  kuat lensa (diberi lambang P) yang di definisikan sebagai kebalikan dari fokus f. Secara matematis dapat ditulis sebagai:

p = 100/f


Dimana : P = kekuatan lensa (dioptri) 
              f = jarak fokus lensa (dalam cm)  



DAFTAR PUSTAKA

      Suwarna, Iwan Permana ,Khalimatusa’diah (ed).2010. OPTIK . Bogor :CV.Duta Grafika.
      Halliday, D., and R. Resnick. (1996). Fisika (terj. P. Silaban dan E.Sucipto), Jakarta: Erlangga 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar